MATAJAMBI.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang memanggil dan memeriksa jajaran pimpinan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam pengusutan dugaan korupsi penyaluran dana corporate social responsibility (CSR) BI-OJK. Kasus ini kian meluas setelah menyeret sejumlah anggota Komisi XI DPR RI.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menegaskan penyidikan perkara tersebut masih terus berkembang. KPK tidak hanya melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi strategis, tetapi juga memeriksa berbagai pihak yang diduga terkait, baik dari unsur DPR, BI, maupun OJK.
“Penyidikan perkara ini masih terus berprogres. KPK melakukan penggeledahan dan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak untuk mengungkap konstruksi perkara secara utuh,” ujar Budi, Selasa 30 Desember 2025.
Dalam rangka pengumpulan alat bukti, KPK telah menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik. Bahkan, penyidik sempat menggeledah ruang kerja Gubernur BI Perry Warjiyo pada 16 Desember 2024 malam, serta salah satu direktorat di OJK pada 19 Desember 2024.
Barang bukti yang disita kini tengah dianalisis untuk menelusuri aliran dana serta peran masing-masing pihak dalam program CSR tersebut.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyatakan bahwa seluruh anggota Komisi XI DPR RI periode 2019–2024 berpotensi dimintai pertanggungjawaban hukum jika terbukti menerima dana CSR BI-OJK secara tidak sah.
“Semua anggota Komisi XI yang menerima dana dari BI dan OJK harus mempertanggungjawabkan perbuatannya,” kata Tanak.
KPK saat ini mendalami apakah program sosial BI dan OJK dijalankan sesuai peruntukan atau justru disalahgunakan. Pendalaman mencakup perencanaan anggaran, pelaksanaan program, pengawasan, hingga pertanggungjawaban dana.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua anggota Komisi XI DPR RI periode 2019–2024, yakni Satori (ST) dan Heri Gunawan (HG) sebagai tersangka. Keduanya diduga menyalahgunakan dana CSR BI-OJK untuk kepentingan pribadi.
Total gratifikasi yang diterima mencapai Rp 28,38 miliar, dengan rincian Heri Gunawan sebesar Rp 15,8 miliar dan Satori Rp 12,52 miliar. Dana tersebut diduga digunakan untuk pembangunan rumah, pembelian tanah dan kendaraan, pengelolaan usaha, deposito, hingga pembangunan showroom.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi serta Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
KPK menegaskan akan terus mengembangkan perkara dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru, termasuk dari internal BI dan OJK, apabila ditemukan bukti yang cukup. “Kami akan menelusuri seluruh pihak yang terlibat berdasarkan fakta dan alat bukti,” pungkas Budi.