Para jenazah telah dievakuasi ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pameungpeuk, Garut, untuk proses identifikasi dan penanganan lebih lanjut oleh pihak berwenang. Situasi di lokasi saat ini telah diamankan untuk kepentingan olah tempat kejadian perkara (TKP).
Hingga berita ini ditulis, belum ada penjelasan rinci dari TNI mengenai kronologi atau kemungkinan kelalaian prosedural dalam proses pemusnahan amunisi tersebut.
Investigasi lanjutan sedang dilakukan untuk mengungkap apakah ledakan terjadi karena kesalahan teknis, kelalaian manusia, atau faktor lain yang belum teridentifikasi.
Baca Juga: Kepala Dinas PUPR Jambi Dampingi Gubernur Al Haris dalam Rakortek Nasional Perumahan Desa di Jakarta
Beberapa sumber menyebutkan bahwa warga sipil yang menjadi korban kemungkinan besar berada terlalu dekat dengan lokasi peledakan, padahal protokol keamanan biasanya menetapkan radius aman tertentu dari titik ledakan.
Peristiwa ini menjadi pengingat serius akan pentingnya pelaksanaan prosedur standar operasional (SOP) secara ketat dalam setiap kegiatan militer, terutama yang melibatkan bahan peledak aktif maupun amunisi bekas.
                        
            
            
            
Kejadian serupa pernah terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, namun skala korban dalam tragedi Garut kali ini tergolong besar dan memicu keprihatinan publik.
Pemerintah daerah Kabupaten Garut menyampaikan belasungkawa dan akan memberikan pendampingan kepada keluarga korban, sementara tim dari Kodam III/Siliwangi juga dilaporkan telah menurunkan tim penyelidikan internal.
Baca Juga: Otoritas Sementara Afghanistan Larang Permainan Catur, Disebut Tak Sesuai Nilai Agama
Ledakan yang mengguncang Desa Sagara ini tidak hanya meninggalkan luka mendalam bagi keluarga korban, tetapi juga menjadi sorotan nasional terkait tata kelola dan pengawasan aktivitas militer yang melibatkan masyarakat sekitar.