Metronews

Banjir Depan JBC, Prof. Aswandi Desak Pemerintah Audit Kolam Retensi dan Drainase Secara Menyeluruh dI Kota Jambi

0

0

matajambi |

Sabtu, 12 Apr 2025 16:48 WIB

Reporter : Adri

Editor : Adri

Caption Gambar

Berita Terkini, Eksklusif di Whatsapp

+ Gabung

Selain sistem kanal, Prof. Aswandi juga memberi perhatian khusus pada keberadaan kolam retensi yang ada di dalam kawasan JBC. Menurutnya, kolam tersebut semestinya berfungsi sebagai penyangga lokal untuk menampung limpasan hujan dari kawasan seluas sekitar 7 hektare, bukan menjadi bagian dari jaringan drainase kota secara menyeluruh.

“Kolam retensi itu dibangun untuk menahan limpasan air dari lingkungan JBC, tapi saat ini fungsinya bercampur dengan sistem drainase umum. Akibatnya, ketika hujan deras mengguyur, kolam tersebut menerima beban ganda dan tidak sanggup menampung air,” tegasnya.

Ia menyarankan agar kolam retensi milik JBC diisolasi dari sistem utama kota, agar kejadian limpasan berlebih tidak membebani jalur air lainnya yang sudah kritis.

Baca Juga: Proses Pengangkatan CASN 2024 Kembali Dilanjutkan, 70 Persen NIP Sudah Terbit: Ini Kata Kepala BKN

Banjir di Simpang Mayang, dan wilayah Jambi pada umumnya, menurut Prof. Aswandi, bukan hanya disebabkan oleh hujan deras.

Masalah utamanya justru ada pada buruknya daya serap tanah, banyaknya tumpukan sedimen dalam kanal, serta kebiasaan masyarakat membuang sampah ke saluran air yang memperparah penyumbatan.

Banjir ini lebih merupakan dampak dari gagalnya pengelolaan lingkungan dan infrastruktur perkotaan. Harus ada evaluasi menyeluruh terhadap sistem drainase, kapasitas kanal, serta efektivitas kolam retensi yang tersebar di Jambi,” tandasnya.

Sebagai solusi jangka menengah hingga panjang, Prof. Aswandi merekomendasikan agar Pemerintah Kota Jambi melakukan audit menyeluruh terhadap sistem pengendalian banjir, termasuk melakukan pemetaan ulang wilayah rawan genangan dengan basis data terbaru.

Ia juga menekankan pentingnya penerapan konsep "resilient urban design", yaitu desain kota yang tangguh menghadapi bencana berbasis risiko iklim.

“Pembangunan kota harus mulai bergeser dari sekadar estetika ke arah fungsionalitas dan ketahanan lingkungan. Ini soal menyelamatkan masa depan kota dari krisis air yang lebih besar,” pungkasnya.

 

Sumber :

Share :

KOMENTAR

Konten komentar merupakan tanggung jawab pengguna dan diatur sesuai ketentuan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Komentar

BERITA TERKAIT


BERITA TERKINI


BERITA POPULER