Kehadiran anak dari Sitanggang di lokasi juga memperkuat dugaan bahwa operasi di lapangan masih dikendalikan oleh pihak keluarga, meski sang pemilik belum juga muncul. Di sisi lain, warga sekitar resah karena takut kobaran api yang tak kunjung padam bisa menyebar ke permukiman, terlebih saat angin bertiup kencang.
Pihak relawan dan aparat gabungan yang turun ke lokasi sejak 8 Maret lalu telah berupaya keras memadamkan api, termasuk dengan metode pendinginan dan penutupan sumur sementara. Namun kondisi tekanan gas dan minyak yang tinggi membuat proses pemadaman menjadi sangat sulit.
Tak hanya merusak alam dan mengancam nyawa, keberadaan sumur-sumur ilegal ini juga telah mengganggu ekosistem dan mencemari aliran sungai kecil yang melintasi kawasan hutan. Pemerintah daerah dan pihak konservasi pun didesak untuk bertindak lebih tegas dalam menangani aktivitas ilegal di kawasan konservasi.
Baca Juga: Kejagung Tetapkan MSY dari PT Wilmar sebagai Tersangka Baru dalam Skandal Suap Vonis Lepas Ekspor CPO
Aktivis lingkungan mendesak aparat penegak hukum agar tidak hanya mengejar pelaku lapangan, tetapi juga membongkar seluruh jaringan yang berada di balik praktik ilegal drilling ini.
                        
            
            
            
Mereka juga menilai bahwa pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran di kawasan konservasi masih lemah dan cenderung longgar, sehingga kejadian serupa terus berulang dari tahun ke tahun.
Kawasan Tahura Senami sejatinya merupakan paru-paru hijau penting bagi wilayah Jambi. Namun jika eksploitasi ilegal seperti ini dibiarkan, maka masa depan lingkungan dan keselamatan masyarakat sekitar akan terus terancam.
Upaya penertiban harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari pemadaman, penegakan hukum, hingga rehabilitasi kawasan yang rusak akibat aktivitas pengeboran liar.