Studi sistematis bertajuk “Electronic cigarettes and subsequent cigarette smoking in young people”, yang dipublikasikan pada Januari 2025, turut memperkuat temuan tersebut. Dalam penelitian itu, para peneliti mengkaji 123 studi dengan total partisipan sekitar 4 juta orang berusia di bawah 29 tahun yang tersebar di Amerika Serikat, Kanada, dan Eropa Barat.
Hasil analisis menunjukkan bahwa saat penggunaan rokok elektronik meningkat, angka perokok justru menurun. Sebaliknya, pembatasan akses terhadap produk ini di beberapa negara justru beriringan dengan kenaikan tingkat perokok baru.
Meski sebagian kecil studi mencatat hasil yang berlawanan, tren penurunan merokok tampak cukup dominan.
Baca Juga: Geger! Lapas Muara Tebo Diduga Jadi Markas Jaringan Sabu, Napi Kendalikan dari Balik Jeruji
Di Amerika Serikat, tren merokok pada remaja juga menunjukkan penurunan tajam dalam beberapa tahun terakhir. Data Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyebutkan, jumlah siswa SMA yang mengaku merokok dalam 30 hari terakhir turun dari 15,8% pada 2011 menjadi 4,6% pada 2020, dan anjlok menjadi hanya 1,7% pada tahun 2024.
Kesimpulan: Butuh Edukasi dan Regulasi Berbasis Bukti
                        
            
            
            
Dengan semakin banyaknya data ilmiah yang tersedia, Budiyanto berharap masyarakat dan pembuat kebijakan dapat melihat produk tembakau alternatif secara lebih objektif.
Ia mengajak semua pihak untuk tidak terpaku pada stigma, tetapi mulai membuka diri terhadap pendekatan harm reduction atau pengurangan risiko dalam isu tembakau.
"Jika digunakan secara bertanggung jawab dan didukung regulasi yang tepat, produk ini bisa menjadi jembatan bagi jutaan perokok dewasa untuk keluar dari ketergantungan terhadap rokok tembakau," tutupnya.